Senin, 28 Maret 2016

ETERNAL FLAME (Book Review)

Seorang Edo terluka karena cinta.
Seorang Dimas diombang-ambingkan cinta.
Seorang Satria tertampar oleh cinta.
Tiga pria dewasa dengan karakter yang tak sama,
Mengungapkan sisi yang berbeda.
Cinta.
Sekuat apapun seseorang menghindarinya,
Dia akan tetap hadir. Entah memberikan rasa nyaman
Atau luka hati yang menganga.
Karena cinta itu abadi.


Judul buku : Eternal Flame

Penulis : Dheean Reean, Kristina Yovita, Naya Corath, Nurisya Febrianti, Susi Lestari.

Diterbitkan pertama kali tahun 2015 oleh PT. Elex Media Komputindo,Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta

Editor : Afrianty P. Pardede

ISBN : 9786020276793

Dicetak oleh Percetakan PT. Gramedia, JakartaHal : 293



Sebelum berbicara panjang lebar dalam blog ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Mba Nurina yang telah memilih saya untuk menjadi pemenang Giveaway buku ini di blognya (link). Saya juga ingin meminta maaf secara khusus kepada mba Nurina, seharusnya saya memposting tulisan ini setelah saya menerima buku dan membacanya. Diterimanya buku ini ditangan saya adalah awal bulan Maret ini. Akan tetapi, dikarenakan jadwal kuli-kuli yang lumayan padat dan mood membaca juga sedang dalam keadaan down. Jadilah saya baru bercuap-cuap ria di blog ini sekarang. Maafkan saya ya Mba. hehehe... J

Review

Edo terluka oleh cinta. Cintanya benar-benar pergi selamanya dari hidupnya. Dan merenggut sebagian dari semangat pria itu. Setiap hari, Edo seakan mempunyai rutinitas untuk pergi ke stasiun bekasi sambil menenteng sebuah biola. Lalu dia mulai melantunkan lagu-lagu dari biolanya sambil menunggu, berharap apa yang selama ini menghilang, dapat ia temukan kembali ditempat yang sama. Bagi Edo, Sophia adalah segala-galanya. Sophia adalah rumahnya, dan rumahnya itu telah Tuhan renggut dari kehidupannya.

Cinta tak akan pernah pergi, dia selalu hadir, saat nafas masih berhembus dan saat hati masih membuka dirinya (hal. 242)

Seorang Dimas diombang-ambingkan cinta. Dimas dan Clara. Pertemuan mereka adalah takdir yang tak  pernah mereka ketahui akan berakhir dalam sebuah hubungan yang serius. Dan hubungan yang serius itu terhalang oleh restu Ibunda Dimas yang menginginkan Clara melepas cariernya dan sepenuhnya menjadi Ibu Rumah Tangga. Sedangkan keteguhan hati Clara yang tidak mau menyerahkan karirnya, membuat Dimas benar-benar buntu. Setiap pertemuan mereka hanya dibalut amarah yang tak menemui akhir. Keadaan diperkeruh lagi dengan Ibunda Dimas yang berniat menikahkan Dimas dengan gadis cantik penurut pilihannya bernama Nurmalita. Hingga Dimas menceritakan semua keluh kesahnya kepada Edo, teman baik sekaligus tetangganya itu. Dan Edo seolah membuka mata mereka untuk saling berkomunikasi dari hati kehati bukan dengan ego masing-masing.

Ada seseorang yang diam-diam menyukai.
Beberapa lainnya, terang-terangan menyatakan.
Segelintir berkoar-koar.
Sebagian mematahkan sendiri cintanya, hatinya. (hal. 41)

Satria dan Rena. Dua makhluk Tuhan yang dipertemukan karena takdir, di stasiun Bekasi ini kisahnya tak kalah menarik. Satria yang diam-diam telah memperhatikan sosok Rena selama dua tahun bekerja di stasiun membuatnya tak bisa berkata apa-apa ketika takdir mengajaknya menjemput yang selama ini hanya dia yang lihat. Rena, gadis berwajah pucat ini begitu menarik perhatian Satria. Sehingga Satria berfikir bahwa dia tak perlu pergi jauh untuk melihat keindahan, karena keindahan selalu hadir di depan matanya. Mereka dekat, sampai akhirnya Satria mengatakan apa yang selama ini dia pendam kepada Rena. Akan tetapi, Rena yang merasa mempunyai rasa yang sama dengan Satria memilih untuk menolak cinta yang dihadirkan oleh Tuhan untuknya. Ketakutannya membuat Rena melepas apa yang selama ini Edo fikir membuat adik angkatnya bahagia.

Jatuh cinta itu cuma satu. Jatuh dengan bebas, tanpa prasangka ataupun penyesalan. Jatuh cinta seharusnya membawa kebahagiaan. Karena jatuh cinta itu anugerah dan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang tertentu, orang-orang terpilih. (hal. 190)

Jatuh cinta itu sederhana. Apabila sudah tidak sederhana, itu artinya kamu harus melepaskan. (hal.218)

Hidup adalah kenyataan. Sepahit apa pun kenyataan itu, kenyataan tetap ada didepan kamu. Tetapi berdiri disamping kamu. Tetap menjadi yang terbaik buat kamu. Dan masa lalu, selamanya hanya akan menjadi bayang gelap yang menyisakan luka. Kamu hanya harus memberanikan diri untuk menerima kenyataan. Karena kenyataanlah yang pada akhirnya akan menang dan memberikan akhir yang bahagia. (hal. 232)

Eternal Flame dituliskan oleh lima orang yang berbeda karakter ( ini menurut pendapat saya ya, hasil ngintip biodata bagian akhir novel, hehehe). Akan tetapi, mereka benar-benar mampu membuat saya bangga memiliki buku ini. Setiap orang punya gaya penulisan yang tidak sama. Dan saya sempat tidak percaya bahwa novel ini benar-benar ditulis oleh lima orang. Karena menurut saya, gaya penceritaan mereka itu sama. Kata-katanya mengalir saling berkaitan dan saling mengisi. Diceritakan dengan alur maju. Novel ini berisi tentang  tiga pemuda yang mempunyai kisah cinta yang unik dan sangat berbeda satu sama lain. Pemuda itu ialah Arendo, Dimas dan Satria. Secara garis besar kisah cinta mereka telah terbingkai dalam synopsis yang saya tuliskan diatas. Tokoh-tokohnya saling berkaitan. Dan penulis telah sukses membuat saya penasaran ingin segera mengetahui akhir.
Tidak ada yang sempurna didunia ini. Termasuk juga sebuah buku. Menurut saya, ide ceritanya bagus dan oke sekali. Akan tetapi, masih ada yang kurang dalam alur ceritanya. Terlalu cepat diselesaikan dan dipecahkan masalahnya, lanjutan kisah yang mudah ditebak, dan ada juga beberapa perasaan yang kurang tergambarkan bagi saya. Itu membuat feel saya terhadap novel ini menjadi sedikit berkurang. Tidak semuanya, hanya sedikit. 
Tapi untuk makna yang terkandung dalam novel tersebut, penulis telah membuat saya bisa menerimanya secara tersirat. Novel ini seolah-olah mengajak kita untuk belajar mengikhlaskan kehilangan. Berfikir bahwa cinta tak akan pernah hilang selama seseorang itu masih dapat bernafas. Tentang berjuang melanjutkan hidup walau sebagian hati telah pergi. Tentang pentingnya komunikasi yang baik antara dua orang yang menjalin hubungan. Tentang perjuangan meraih apa yang selama ini hanya bisa dilihat. Tentang kehidupan. Tentang persepsi bahwa hidup adalah kenyataan dan cinta adalah anugerah. Kita hidup di dunia ini, dunia yang nyata bukan dunia yang diciptakan dalam benak kita  sendiri. Setiap keputusan yang kita ambil memang mempunyai resiko, akan tetapi lebih baik mengambil keputusan lantas menyesalinya daripada tidak mengambil keputusan apa-apa lalu menyesalinya. 
Saya memang tidak dibuat jatuh cinta pada ketiga sosok pria ciptaan penulis itu. Akan tetapi, cerita yang disajikan dalam novel ini sangat layak dijadikan sebuah pedoman bahwa ketika seseorang yang kita anggap rumah kita itu dipanggil Tuhan, kita harus berusaha mencari rumah yang lain untuk meneruskan hidup.
Akhir kata, saya rekomendasikan novel ini untuk bacaan santai kalian. Bahasanya ringan dan mudah dipahami. Bagi pecinta novel, wajib banget buat adopsi buku ini dari toko-toko buku terdekat secepatnya.
See you next review again guys. Terima kasih untuk yang mau membaca sampai akhir review ini. J

Tidak ada komentar: