Apalah arti memiliki,
Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan ,
Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan,
dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta,
Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang
seharusnya
indah? Bagaimana mungkin , kami terduduk patah hati atas
sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun.
Wahai, bukanlah banyak kerinduan saat kami hendak
melukapan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat
kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya
setipis benang saja.”
Ini adalah kisah
tentang masa lalu yang memilukan. Tentang
kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi.
Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati.
Tentang
kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang
kerinduan.
All about quotes :
“Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah
dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu.
Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita.Peluk semua
kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik
mengatasinya. Dengan kau menerimanya perlahan-lahan dia akan memudar sendiri.
Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia.” (hal.
312)
“Karena boleh jadi, saat kita sedang membenci orang lain, sebenarnya
kita sedang membenci diri sendiri.”(hal. 373)
“saat kita memutuskan
memaafkan seseorang itu bukan ppersoalan apakah orang itu salah dan kita benar.
Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan!! Kita memutuskan memaafkan
seseorang karena kita berhak atas kedamaian dalam hati.” (hal. 374)
“kisah-kisah cinta didalam buku itu, di
dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi
kisah cinta kau, spiapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita
paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa
kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.” (hal. 492)
“lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan
tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan
perkasa. Atau dengan benci didalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya
iman.”(hal.532)
Synopsis :
Novel ini berkisah tentang perjalanan panjang
menuju Rumah Allah (Tanah suci Mekkah) dengan setting tahun 1938-masih tujuh
tahun lagi Indonesia merdeka. Berawal dari kapal Blittar Holland yang
kehadirannya selalu dinanti-nanti oleh para jamaah haji dimasanya. Karena pada
saat itu untuk pergi ke Mekkah, kita membutuhkan kapal besar dengan perjalanan
yang amat panjang, yaitu selama 90 minggu. Dan kapal ini akan singgah di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia untuk membawa para Jamaah haji.
Menurutku, Tere Liye selalu menyajikan cerita
yang patut sekali untuk di teladani. Dalam novel-novelnya selalu ada nilai
kebaikan yang tertulis disana. Ada banyak kata-kata mutiara yang mengalun
ketika terbaca dan saya sangat menikmatinya. Saya belum mngerti kenapa diberi judul Rindu, mungkin karena perjalanan
kerinduan menuju tempat dimana utusan Allah itu dimakamkan. Tere Liye selalu
menyajikan awal yang ringan namun penuh misteri. Memperkenalkan tokoh-tokohnya
terlebih dahulu secara detail dengan selanjutnya menempelkan berbagai macam
clue yang mengundang berbagai macam tanya. Dan itu membuat saya sendiri tambah
penasaran membacanya. Seolah kita
dituntut melihat seseorang dari dua sisi yang berbeda. Belajar banyak dari
orang-orang yang dia kenalkan itu.
Tere Liye menciptakan gaya bahasa yang mudah
dipahami. Kata-katanya pas dan sekali lagi saya bilang bahwa saya selalu jatuh
cinta dengan karya-karyanya. Entahlah harus bagaimana saya tulis disini. Yang
saya tahu, novel Tere Liye ini seakan menjadi candu yang membuat saya ingin
terus membacanya.
Maknanya begitu mendalam, berkisah tentang
kehidupan. Tentang layaknya manusia yang takut akan kejadian buruk masalalunya.
Tentang manusia yang membenci seseorang yang seharusnya dia sayangi. Tentang
takdir yang tak pernah bisa menunggu atau berbasa-basi. Tentang cinta sejati
yang harus dilepaskan. Dan tentang kekhawatiran yang menemui jawabannya. Inilah
kisah Bonda Upe, Daeng Andipati, Mbah Kakung Slamet , Ambo Uleng dan Gurutta
Tuan Ahmad Karaeng. Mereka adalah salah satu dari sekian banyak tokoh yang Tere
Liye ceritakan untuk menjadi tokoh utama. Pemegang dialog paling berkesan
sepanjang sejarah perjalanan haji yang tengah mereka tempuh. Dalam novel ini,
Tere Liye juga seakan ingin mengatakan
bahwa bangsa penjajah pun mempunyai
orang-orang yang masih peduli dengan para rakyat yang dijajah oleh negaranya.
Ada orang-orang Belanda yang membuat saya simpati dalam kisah ini. Orang-orang
itu begitu bijak dan baik. Menganggap bahwa rakyat yang Negara mereka jajah
bukanlah musuhnya justru malah dianggap sebagai teman. Orang-orang itu ada
dalam diri tokoh Kapten Philips, Ruben si Boatswain dan Chef Lars. Iya, mereka
adalah orang-orang yang membuat saya kagum dengan kebaikannya. Membuat saya
berhenti memikirkan hal-hal yang negative mengenai serdadu Belanda.
Oke kembali pada kisahnya, dalam novel ini
Tere Liye menampilkan dua orang anak kecil kakak beradik bernama Elsa dan Anna.
Mereka adalah putri dari Daeng Andipati (pengusaha sukses dijamannya). Elsa dan
Anna adalah dua gadis cilik yang sering membuat saya tertawa dan mengingatkan
masa kecil saya yang penuh dengan rasa ingin tahu. Kelincahan dan kepolosan
Elsa dan Anna dibuat seakan ingin bercerita kepada pembaca bahwa anak kecil
selalu dipenuhi dengan sesuatu yang sangat sederhana. Daeng Andipati adalah
cermin keluarga bahagia. Daeng adalah seorang pengusaha kaya yang jujur dan baik. Mempunyai istri yang baik dan
anak-anak yang lucu. Dan menurut penilaian banyak orang, Daeng adalah manifestasi
keluarga yang sangat sempurna. Akan tetapi dibalik semua itu, Daeng mempunyai sebuah
rahasia besar dalam hidupnya. Dia menyimpan kebencian yang mendalam untuk orang
yang seharusnya dia sayangi.
Dan yang sangat berkesan lagi bagi saya
adalah pasangan mbah putri dan mbah kakung Slamet. Mereka adalah pasangan sepuh
yang telah menghabiskan waktu 60 tahun bersama. Merajut cinta-kasih hingga
nafas dari salah satunya dihentikan oleh Tuhan. Dan yang lainnya seakan
kehilangan. Saya masih selalu terharu membaca kisah dimana saat-saat salah satu
diantara mereka dipanggil Tuhan dan yang satunya lagi seakan separuh hidup.
Disitu rasanya menyedihkan sekali. Dan dari tokoh pasangan itulah, seakan dapat
menginspirasi pembaca untuk memimpikan kehidupan seperti mereka.
Lalu dari kisah Bonda Upe , mengajarkan saya
bahwa setiap manusia tidak pernah menginginkan dirinya terjerumus kedalam
jurang kenistaan. Ada banyak diantara mereka yang mengambil jalan kearah
tersebut hanya untuk menyambung hidup. Jadi, dari sini saya bisa belajar bahwa,
jangan hakimi seseorang dari masa lalunya saja dan jangan pernah takut akan penilaian
orang lain atas diri kita. Karena yang tengah menjadi diri kita adalah ciptaan
Tuhan juga.
Beralih kedalam kisah Ambo Uleng. Pria yang
hidup di laut, dari laut dan untuk laut. Sosok pria tangguh sekaligus rapuh.
Melarikan diri dari kenyataan, berharap dengan begitu, semua kenangan yang dia
tinggal akan membuatnya lebih baik dari sebelumnya. Akan tetapi, semakin dia
pergi menjauh, semakin kenangan itu seolah melesak masuk tanpa ampun kedalam
fikirannya berkali-kali. Dan kisahnya seolah mengajarkan bahwa kita tidak boleh
lari dari kenyataan. Sepahit apapapun kenyataan yang ada didepan mata kita,
kita harus tetap berusaha menghadapinya.
Yang terakhir adalah kisah dari seorang ulama
termashur dizamannya Gurutta Ahmad Karaeng. Siapa yang sangka bahwa orang
paling bijak dan penuh dengan nasihat itu adalah orang yang juga membawa
pertanyaan terbesar dalam hidupnya. Seseorang yang menutupi kekhawatiran
terbesarnya dengan wajah tenangnya. Sampai pada suatu saat, dalam keadaan
genting tanpa sengaja dia melontarkan pertanyaan yang selama ini ingin sekali
dia tanyakan. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika pertanyaan tersebut ternyata
dijawab oleh pria yang belum lama ini menjadi muridnya.
Dan setelahnya, semua pertanyaan itu
satu-persatu terjawab. Akhir kisah ini menurut saya sangat datar dan seakan
menyimpan pertanyaan juga untuknya. Tak ada penjelasan khusus didalam akhirnya,
hanya adegan seorang pria yang menemukan tambatan hatinya. Dan makna yang saya
tangkap dari akhir ini adalah, setiap kejadian bukanlah kebetulan melainkan
telah Allah gariskan dilini masa takdirNya. Intinya, akhir kisahnya itu Happy
ending, dan bagi pecinta buku yang berbau religi saya rekomendasikan buku ini
harus kalian adopsi dari toko buku terdekat.
Dipeluk terus dibaca ya. Bakalan dibikin campur aduk perasaannya sama
bang Tere. Hehe. Sekian dan terima kasih untuk yang mau membaca sampai akhir. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar