Senin, 28 Maret 2016

Pertanyaan Kehidupan dalam Rindu karya Tere Liye (Review)


Apalah arti memiliki,
Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan ,
Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan,
dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta,
Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya
indah? Bagaimana mungkin , kami terduduk patah hati atas
sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun.
Wahai, bukanlah banyak kerinduan saat kami hendak
melukapan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat
kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya
setipis benang saja.”
Ini  adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang
kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi.
Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang

kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.

All about quotes :
 “Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita.Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya perlahan-lahan dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia.” (hal. 312)
 “Karena boleh jadi, saat kita sedang membenci orang lain, sebenarnya kita sedang membenci diri sendiri.”(hal. 373)
“saat kita memutuskan memaafkan seseorang itu bukan ppersoalan apakah orang itu salah dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan!! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian dalam hati.” (hal. 374)
 “kisah-kisah cinta didalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, spiapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.” (hal. 492)
 “lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci didalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya iman.”(hal.532)

Synopsis :
Novel ini berkisah tentang perjalanan panjang menuju Rumah Allah (Tanah suci Mekkah) dengan setting tahun 1938-masih tujuh tahun lagi Indonesia merdeka. Berawal dari kapal Blittar Holland yang kehadirannya selalu dinanti-nanti oleh para jamaah haji dimasanya. Karena pada saat itu untuk pergi ke Mekkah, kita membutuhkan kapal besar dengan perjalanan yang amat panjang, yaitu selama 90 minggu. Dan kapal ini akan singgah di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia untuk membawa para Jamaah haji.
Menurutku, Tere Liye selalu menyajikan cerita yang patut sekali untuk di teladani. Dalam novel-novelnya selalu ada nilai kebaikan yang tertulis disana. Ada banyak kata-kata mutiara yang mengalun ketika terbaca dan saya sangat menikmatinya. Saya belum mngerti kenapa  diberi judul Rindu, mungkin karena perjalanan kerinduan menuju tempat dimana utusan Allah itu dimakamkan. Tere Liye selalu menyajikan awal yang ringan namun penuh misteri. Memperkenalkan tokoh-tokohnya terlebih dahulu secara detail dengan selanjutnya menempelkan berbagai macam clue yang mengundang berbagai macam tanya. Dan itu membuat saya sendiri tambah penasaran membacanya.  Seolah kita dituntut melihat seseorang dari dua sisi yang berbeda. Belajar banyak dari orang-orang yang dia kenalkan itu.
Tere Liye menciptakan gaya bahasa yang mudah dipahami. Kata-katanya pas dan sekali lagi saya bilang bahwa saya selalu jatuh cinta dengan karya-karyanya. Entahlah harus bagaimana saya tulis disini. Yang saya tahu, novel Tere Liye ini seakan menjadi candu yang membuat saya ingin terus membacanya.
Maknanya begitu mendalam, berkisah tentang kehidupan. Tentang layaknya manusia yang takut akan kejadian buruk masalalunya. Tentang manusia yang membenci seseorang yang seharusnya dia sayangi. Tentang takdir yang tak pernah bisa menunggu atau berbasa-basi. Tentang cinta sejati yang harus dilepaskan. Dan tentang kekhawatiran yang menemui jawabannya. Inilah kisah Bonda Upe, Daeng Andipati, Mbah Kakung Slamet , Ambo Uleng dan Gurutta Tuan Ahmad Karaeng. Mereka adalah salah satu dari sekian banyak tokoh yang Tere Liye ceritakan untuk menjadi tokoh utama. Pemegang dialog paling berkesan sepanjang sejarah perjalanan haji yang tengah mereka tempuh. Dalam novel ini, Tere Liye juga  seakan ingin mengatakan bahwa  bangsa penjajah pun mempunyai orang-orang yang masih peduli dengan para rakyat yang dijajah oleh negaranya. Ada orang-orang Belanda yang membuat saya simpati dalam kisah ini. Orang-orang itu begitu bijak dan baik. Menganggap bahwa rakyat yang Negara mereka jajah bukanlah musuhnya justru malah dianggap sebagai teman. Orang-orang itu ada dalam diri tokoh Kapten Philips, Ruben si Boatswain dan Chef Lars. Iya, mereka adalah orang-orang yang membuat saya kagum dengan kebaikannya. Membuat saya berhenti memikirkan hal-hal yang negative mengenai serdadu Belanda.
Oke kembali pada kisahnya, dalam novel ini Tere Liye menampilkan dua orang anak kecil kakak beradik bernama Elsa dan Anna. Mereka adalah putri dari Daeng Andipati (pengusaha sukses dijamannya). Elsa dan Anna adalah dua gadis cilik yang sering membuat saya tertawa dan mengingatkan masa kecil saya yang penuh dengan rasa ingin tahu. Kelincahan dan kepolosan Elsa dan Anna dibuat seakan ingin bercerita kepada pembaca bahwa anak kecil selalu dipenuhi dengan sesuatu yang sangat sederhana. Daeng Andipati adalah cermin keluarga bahagia. Daeng adalah seorang pengusaha kaya yang  jujur dan baik. Mempunyai istri yang baik dan anak-anak yang lucu. Dan menurut penilaian banyak orang, Daeng adalah manifestasi keluarga yang sangat sempurna. Akan tetapi dibalik semua itu, Daeng mempunyai sebuah rahasia besar dalam hidupnya. Dia menyimpan kebencian yang mendalam untuk orang yang seharusnya dia sayangi.
Dan yang sangat berkesan lagi bagi saya adalah pasangan mbah putri dan mbah kakung Slamet. Mereka adalah pasangan sepuh yang telah menghabiskan waktu 60 tahun bersama. Merajut cinta-kasih hingga nafas dari salah satunya dihentikan oleh Tuhan. Dan yang lainnya seakan kehilangan. Saya masih selalu terharu membaca kisah dimana saat-saat salah satu diantara mereka dipanggil Tuhan dan yang satunya lagi seakan separuh hidup. Disitu rasanya menyedihkan sekali. Dan dari tokoh pasangan itulah, seakan dapat menginspirasi pembaca untuk memimpikan kehidupan seperti mereka.
Lalu dari kisah Bonda Upe , mengajarkan saya bahwa setiap manusia tidak pernah menginginkan dirinya terjerumus kedalam jurang kenistaan. Ada banyak diantara mereka yang mengambil jalan kearah tersebut hanya untuk menyambung hidup. Jadi, dari sini saya bisa belajar bahwa, jangan hakimi seseorang dari masa lalunya saja dan jangan pernah takut akan penilaian orang lain atas diri kita. Karena yang tengah menjadi diri kita adalah ciptaan Tuhan juga.
Beralih kedalam kisah Ambo Uleng. Pria yang hidup di laut, dari laut dan untuk laut. Sosok pria tangguh sekaligus rapuh. Melarikan diri dari kenyataan, berharap dengan begitu, semua kenangan yang dia tinggal akan membuatnya lebih baik dari sebelumnya. Akan tetapi, semakin dia pergi menjauh, semakin kenangan itu seolah melesak masuk tanpa ampun kedalam fikirannya berkali-kali. Dan kisahnya seolah mengajarkan bahwa kita tidak boleh lari dari kenyataan. Sepahit apapapun kenyataan yang ada didepan mata kita, kita harus tetap berusaha menghadapinya.
Yang terakhir adalah kisah dari seorang ulama termashur dizamannya Gurutta Ahmad Karaeng. Siapa yang sangka bahwa orang paling bijak dan penuh dengan nasihat itu adalah orang yang juga membawa pertanyaan terbesar dalam hidupnya. Seseorang yang menutupi kekhawatiran terbesarnya dengan wajah tenangnya. Sampai pada suatu saat, dalam keadaan genting tanpa sengaja dia melontarkan pertanyaan yang selama ini ingin sekali dia tanyakan. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika pertanyaan tersebut ternyata dijawab oleh pria yang belum lama ini menjadi muridnya.
Dan setelahnya, semua pertanyaan itu satu-persatu terjawab. Akhir kisah ini menurut saya sangat datar dan seakan menyimpan pertanyaan juga untuknya. Tak ada penjelasan khusus didalam akhirnya, hanya adegan seorang pria yang menemukan tambatan hatinya. Dan makna yang saya tangkap dari akhir ini adalah, setiap kejadian bukanlah kebetulan melainkan telah Allah gariskan dilini masa takdirNya. Intinya, akhir kisahnya itu Happy ending, dan bagi pecinta buku yang berbau religi saya rekomendasikan buku ini harus kalian adopsi dari toko buku terdekat.  Dipeluk terus dibaca ya. Bakalan dibikin campur aduk perasaannya sama bang Tere. Hehe. Sekian dan terima kasih untuk yang mau membaca sampai akhir. J

Tidak ada komentar: