Rabu, 04 November 2015

Masih Menunggu

Bila rindu ini masih milikmu,
Kuhadirkan sebuah tanya untukmu,
Harus berapa lama aku “menunggumu”
Aku menunggumu.

Anggap saja aku sedang uji nyali. Mencoba tak mengusikmu untuk beberapa hari. Kedengarannya mudah, iya mudah bagi mereka yang tak merindu.
Entah harus berapa lama, yang pasti sudah ratusan hari aku menanyakan hal itu. Mencoba mencari jawaban yang tak kasat mata. Mencoba membuat tenang gejolak dalam dada. Duri yang masih menusuk itu tak membuat sakit, hanya seperti digigit jarum suntik. Entahlah, yang pasti, sampai detik ini yang masih tersisa hanya sebuah kotak tanpa nama. Sebuah rumah tanpa penghuni, karena pemiliknya telah pergi. Iya, pergi, entah kemana, mencari rumah baru yang lebih nyaman mungkin.

Ragaku berdiri diambang pintu, menanti kehadiran yang pergi. Namun, ketika berhari-hari aku berdiri, ternyata seujung kuku dari dirimupun tak kunjung menghampiri. Dan lagi, aku merasa rinduku meradang. Mengaitkan semua hal yang terlihat oleh mata adalah tentangmu. Menjaga agar rindu itu tak kunjung berlalu. Layaknya berjalan diatas gurun pasir yang terbentang didepannya oasis,  aku memandangmu yang ternyata ilusi, haus rindu ditengah badai pasir kenangan, dan kewalahan menjaga agar rindu itu tetap bertahan.

Kemunculanmu tiba-tiba ditengah topan kerinduan, seakan menerangkan mataku dikeredupan. Menyalakan api prasangka baik terhadap Tuhan. Bahwa semua doa yang aku panjatkan, akan satu persatu dikabulkan.
Kamu datang bagaikan rembulan ditengah gelapnya sang malam, walau tanpa bintang sinarmu terus bertahan. Lagi-lagi aku mengagumimu tanpa sadar,  mencari-cari alasan agar kamu tetap tinggal, agar rinduku terbalaskan, tapi apa daya Tuhanlah yang menentukan. Untuk pergi atau tinggal, untuk pergi atau kembali maupun untuk pergi dan tak pernah kembali lagi.


Oleh karenanya, aku ingin mengucapkan terima kasih padamu untuk setiap kehadiran, untuk setiap tawa yang pernah terbagi, untuk setiap rindu yang tak pernah terbalaskan. Terima kasih telah mengajariku banyak hal. Membuatku sadar bahwa Tuhan mungkin inginkan kita menjadi teman, bukan menjadi sebuah pasangan.

Tidak ada komentar: