Sabtu, 16 Januari 2016

TERUNTUK HATI (GA KUMCER MOVE ON COME ON)

Dear Hati,

Apa kabarnya? Lama tak menyapa. Semoga ketika aku kunjungi, kegelisahan yang meliputimu akan segera memudar. Aku tahu, begitu berat menyimpan dia yang tak menyimpanmu juga. Keegoisanku yang kadang membuatmu salah mengerti bahwa dialah yang aku butuhkan saat ini. Entahlah hati, mengapa urusan cinta teramat rumit untuk kita bagi rata. Apa karena keadaan yang membuat kita lupa bahwa aku bukan apa-apa dan siapa-siapa dimatanya. Atau karena dia memang ingin menarik ulurku?
Aku tahu kamu pasti lelah merangkai semua. Berharap mimpi buruk ini akan segera berakhir, berganti pengabulan doa yang terpanjat setiap malam. Tapi apa daya, Tuhan mungkin lebih menyayangi kita dan menginginkan aku untuk lagi-lagi bersimpuh meminta dia kembali berkali-kali, sampai saat ini.
Sakit, begitu menyakitkan ketika orang yang kamu anggap sangat kamu cintai tidak mencintaimu. Bahkan dengan lima tahun penantian, semuanya masih terlihat kurang. Ada yang bilang bahwa rindu harus dibayar lunas. Tapi bagaimana dengan rinduku padanya? Akankah terbayar lunas, ketika aku tahu bahwa dia tak pernah memiliki rasa sepertiku? Akankah menjadi indah bila kenyataannya dia hanya akan melihat kearahku ketika kupanggil. Mendekap namanya seperti mendekap angin, kosong hanya merasakan dingin. Aku melihat punggungnya menjauh, memunculkan sesak dalam dada. Lagi, dan lagi aku kembali pada hal yang tak seharusnya aku miliki.




Semakin dia menjauh, semakin rasa itu masuk tanpa permisi, meninggalkan berbagai tanya tanpa jawab.
Lelah, jika aku harus berkata jujur aku lelah. Teramat sangat lelah, mencintainya membuatku selalu berharap bahwa suatu saat nanti kita bisa bersama. Bahwa semua penantianku akan terbayar lunas dan takan sia-sia. Bahwa cerita Itazurana Kiss Love in Tokyo itu benar-benar bisa jadi nyata. Tapi ternyata aku baru sadar, bagaimana jika semuanya tak bisa berakhir? Bagaimana jika aku benar-benar jatuh terlalu dalam dengannya, lalu dia meninggalkanku sendiri. Dia bahagia dengan pilihannya, dan aku sendiri lagi. Ah, apa enaknya sendiri? Tak ada teman berbagi, duduk dengan sepi, membaca dengan angin mamiri, bercanda dengan udara pagi. Begitulah gambaran kesendirian yang setidaknya akan aku miliki jika tak ada lagi dia disisi.
Aku pernah mendengar  bahwa kita bisa cukup bahagia melihat orang yang kita cintai itu bahagia. Bagiku itu hanya sebagai penghibur belaka bukan? Memang ada orang yang benar-benar rela mengorbankan segenap perasaan dan perjuangannya untuk orang lain? Sekalipun untuk membuatnya bahagia, sekalipun demi melihat senyumnya. Aku yakin aku tak bisa serela itu. Aku masih selalu menginginkannya, aku masih selalu menyebut namanya dalam doa, aku masih selalu berharap tanpa sengaja bisa bertemu dengannya, menatap wajahnya sekali lagi untuk menghilangkan semua rindu yang membekas diantara dinginnya udara malam.

Wahai hati, maafkan aku.
Maaf karena talah membuatmu begitu teramat sangat terluka. Maaf telah membuatmu merasakan cinta tak terbalas. Maaf telah membuatmu terbagi dan maaf telah membuatmu menangis setiap hari. Aku tahu aku bodoh. Bodoh karena dengan gampangnya selalu menunggu. Bodoh karena terlalu berharap bahwa doa yang terpanjat akan segera terkabulkan. Bodoh karena selalu melihat kearahnya, menatap punggungnya menjauh dan meninggalkan luka. Aku tahu Hati, aku tahu semua kebodohan-kebodohan itu!! Tapi, bagaimana jika aku memang benar-benar terlalu bodoh untuk mencintainya? Salahkah aku mencintainya, Hati? Salahkah aku menginginkannya jika dia bukan milik siapa-siapa? Atau mungkin rasa ini memang benar-benar salah?
Wahai Hati, apa kau tahu? Berkali-kali aku ingin pergi meninggalkannya sendiri, membuatnya berteman sepi. Tapi mengapa tak pernah tega? Mengapa hanya pertanyaan-pertanyaan bodoh tanpa jawaban yang aku miliki? Bisakah salah satunya terjawab? Bisakah jawaban itu muncul tanpa membuat kontra dalam rasa? Mengapa perkara cinta bisa begitu serumit ini?
Oleh karena itu, aku mohon hati, untuk kali ini saja, bisakah kita bekerja sama? Membuat perjanjian tak kasat mata tentang cinta. Jujur aku lelah, mengakui ketertarikanku dengannya pun tak bisa membuat rasa ini hilang. Menerima bahwa dia tak memiliki rasa yang sama pun hanya membuat rasa yang kumiliki semakin besar. Oleh karenanya, kuatkan aku hati, kuatkan keinginanku untuk pergi darinya, kuatkan mulutku untuk tak lagi menyebut namanya dalam doa atau mengaguminya dalam kata, kuatkan tekadku untuk berhenti menatap punggungnya menjauh karena yang terakhir aku tahu bahwa punggung itu hanya akan  menghadirkan luka baru untuk kita nikmati bersama.
Jadi Hati,saat ini aku hanya ingin kita bersama menyembuhkan luka. Bukan dengan orang lain yang hadir dan membawa penawarnya.Tapi dengan penerimaan yang ikhlas dan pelepasan yang tanpa sengaja. Aku ingin kita sama-sama tanpa sengaja tak lagi memiliki rasa untuknya, tak lagi menatap punggungnya mendamba dan tak lagi menyebutnya dalam doa. Aku ingin semua ini mengalir apa adanya, mengikhlaskan yang seharusnya terikhlaskan dan menghilangkan yang seharusnya memang hilang.

Hati, jangan jatuh lagi dengan orang yang tak mencintaimu ya, karena itu hanya akan mengulang kembali kisah ini.


Teruntuk kamu hatiku :)

Tidak ada komentar: